Pentingnya Sanad dan Kedudukan Akal dalam Memahami Agama
Keyakinan kepada adanya Tuhan harus didasarkan atas kesadaran akal, bukan sekedar kesadaran yang bersifat tradisional yakni melestarikan warisan nenek moyang betapapun corak dan konsepnya (Ahmad Azhar Basyir, 1993: 17). Akal adalah potensi (luar biasa) yang dianugerahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal. Dengan akalnya manusia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk, mana yang menyelamatkan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu, adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran Islam memberikan tempat yang tinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memahami agama dan ajaran Islam sebaik-baiknya dan seluas-luasnya. Sangat banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia mengunakan akalnya untuk berfikir. Memikirkan alam semesta, memikirkan diri sendiri, memikirkan pranata atau lembaga-lembaga sosial, dan sebagainya, dengan tujuan agar perjalanan hidup di duniadapat ditempuh setepat-tepatnya sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang akan kembali kepada-Nya serta memetik hasil tanaman amal perbuatannya sendiri di dunia baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-Nya di bumi.
Setiap orang pasti memiliki fitrah yang meyakini bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan. Akan tetapi, karena dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan sebagainya, manusia memiliki kecenderungan menyimpang dan tidak sesuai dengan fitrahnya. Fitrah adalah karakter dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Di dalamnya termasuk karakter-karakter yang seragam pada semua manusia meskipun kadarnya mungkin berbeda, dan tidak ditemukan manusia yang tidak memiliki karakter tersebut. Untuk itu, manusia sangat memerlukan agama yang menjaga keadaan hatinya tetap di atas fitrahnya. Atas Rahmat Allah SWT, Islam telah dipilih dalam bentuk yang paling sempurna dan paling sesuai dengan fitrah manusia. Jika manusia memaksakan diri untuk melanggar batasan-batasan yang telah Allah tetapkan, maka dirinya sendirilah yang akan menderita. Oleh karena itu, jalan hidup yang paling nikmat tentulah sebagaimana yang digariskan oleh agama Islam. Fakta bahwa kata “fitrah” hanya sekali saja ditemukan di dalam Al-Qur’an sangat menarik untuk disimak. Kata ini ditemukan pada firman Allah :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S Ar-Ruum : 30)
Allah menciptakan manusia tanpa pernah melenceng dari fitrahnya. Akan tetapi, perintah untuk tetap atas fitrah yang telah Allah tetapkan di sini menunjukkan bahwa manusia memang memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari fitrah itu sendiri akibat hawa nafsunya. Artinya, untuk tetap pada fitrah Allah dibutuhkan usaha nyata. Ironisnya, sebagaimana yang disampaikan di akhir ayat di atas, tidak semua manusia mengetahui fitrahnya sendiri.
Lalu, jika agama merupakan hal yang penting untuk menjaga fitrah manusia, agama mana yang seharusnya seseorang memeluknya? Saat ini, agama bermacam-macam : Kristen, Budha, Konghucu, Islam, Hindhu, Katholik, dan sebagainya. Jika ada yang bilang semua agama itu sama saja, ini adalah anggapan yang salah karena prinsip dasar setiap agama tersebut berbeda dan tidak mungkin menyamakan kedua hal yang sangat bertentangan. Mungkin paham ini dianut oleh agama Hindhu, bahwa setiap ajaran agama intinya sama, Baca entri selengkapnya »